My best friend wrote this. I always like her stories
and writes, so clear, fresh, and smart! Hope you'd
enjoyed as much as I do.
Karena Dia Manusia Biasa
Setiap kali ada teman yang mau menikah, saya selalu
mengajukan pertanyaan
yang sama. Kenapa kamu memilih dia sebagai
suamimu/istrimu? Jawabannya
sangat beragam. Dari mulai jawaban karena Allah hingga
jawaban duniawi
(cakep atau tajir :D manusiawi lah :P).
Tapi ada satu jawaban yang sangat berkesan di hati
saya. Hingga detik ini
saya masih ingat setiap detail percakapannya.
Jawaban salah seorang teman yang baru saja menikah.
Proses menuju
pernikahannya sungguh ajaib. Mereka hanya berkenalan 2
bulan.
Lalu memutuskan menikah. Persiapan pernikahan hanya
dilakukan dalam waktu
sebulan saja. Kalau dia seorang akhwat, saya tidak
akan heran. Proses
pernikahan seperti ini sudah lazim. Dia bukanlah
akhwat, sama seperti saya.
Satu hal yang pasti, dia tipe wanita yang sangat
berhati-hati dalam memilih
suami.
Trauma dikhianati lelaki membuat dirinya sulit untuk
membuka diri. Ketika
dia memberitahu akan menikah, saya tidak menanggapi
dengan serius. Mereka
berdua baru kenal sebulan. Tapi saya berdoa, semoga
ucapannya menjadi
kenyataan. Saya tidak ingin melihatnya menangis lagi.
Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia menyebutkan
tanggal pernikahannya.
Serta memohon saya untuk cuti, agar bisa menemaninya
selama proses
pernikahan. Begitu banyak pertanyaan dikepala saya.
Asli.
Saya pengin tau, kenapa dia begitu mudahnya menerima
lelaki itu. Ada apakan
gerangan? Tentu suatu hal yang istimewa. Hingga dia
bisa memutuskan menikah
secepat ini. Tapi sayang, saya sedang sibuk sekali
waktu itu (sok sibuk sih
aslinya).
Saya tidak bisa membantunya mempersiapkan pernikahan.
Beberapa kali dia
telfon saya untuk meminta pendapat tentang beberapa
hal. Beberapa kali saya
telfon dia untuk menanyakan perkembangan persiapan
pernikahannya. That's
all. Kita tenggelam dalam kesibukan masing-masing.
Saya menggambil cuti sejak H-2 pernikahannya. Selama
cuti itu saya
memutuskan untuk menginap dirumahnya. Jam 11 malam,
H-1 kita baru bisa
ngobrol -hanya- berdua.
Hiruk pikuk persiapan akad nikah besok pagi, sungguh
membelenggu kita.
Padahal rencananya kita ingin ngobrol tentang banyak
hal. Akhirnya, bisa
juga kita ngobrol berdua. Ada banyak hal yang ingin
saya tanyakan. Dia juga
ingin bercerita banyak pada saya. Beberapa kali
Mamanya mengetok pintu,
meminta kita tidur.
"Aku gak bisa tidur." Dia memandang saya dengan wajah
memelas. Saya paham
kondisinya saat ini.
"Lampunya dimatiin aja, biar dikira kita dah tidur."
"Iya.. ya." Dia mematikan lampu neon kamar dan
menggantinya dengan lampu
kamar yang temaram. Kita melanjutkan ngobrol sambil
berbisik-bisik. Suatu
hal yang sudah lama sekali tidak kita lakukan. Kita
berbicara banyak hal,
tentang masa lalu dan impian-impian kita. Wajah
sumringahnya terlihat jelas
dalam keremangan kamar. Memunculkan aura cinta yang
menerangi kamar saat
itu. Hingga akhirnya terlontar juga sebuah pertanyaan
yang selama ini saya
pendam.
"Kenapa kamu memilih dia?" Dia tersenyum simpul lalu
bangkit dari tidurnya
sambil meraih HP dibawah bantalku. Berlahan dia
membuka laci meja riasnya.
Dengan bantuan nyala LCD HP dia mengais lembaran
kertas didalamnya.
Perlahan dia menutup laci kembali lalu menyerahkan
selembar amplop pada
saya. Saya menerima HP dari tangannya. Amplop putih
panjang dengan kop surat
perusahaan tempat calon suaminya bekerja. Apaan sih.
Saya memandangnya tak
mengerti. Eeh, dianya malah ngikik geli.
"Buka aja." Sebuah kertas saya tarik keluar. Kertas
polos ukuran A4, saya
menebak warnanya pasti putih hehehe. Saya membaca satu
kalimat diatas
dideretan paling atas.
"Busyet dah nih orang." Saya menggeleng-gelengka n
kepala sambil menahan
senyum. Sementara dia cuma ngikik melihat ekspresi
saya. Saya memulai
membacanya. Dan sampai saat inipun saya masih hapal
dengan kata-katanya.
Begini isi surat itu.
Kepada YTH
Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak
Ibu saya dan calon
kakak buat adik-adik saya
Di tempat
Assalamu'alaikum Wr Wb
Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon
bacalah surat ini
hingga akhir. Baru kemudian silahkan dibuang atau
dibakar, tapi saya mohon,
bacalah dulu sampai selesai.
Saya, yang bernama ...... menginginkan anda
......untuk menjadi istri saya.
Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa.
Saat ini saya punya pekerjaan.
Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya akan tetap
punya pekerjaan. Tapi yang
pasti saya akan berusaha punya penghasilan untuk
mencukupi kebutuhan istri
dan anak-anakku kelak.
Saya memang masih kontrak rumah. Dan saya tidak tahu
apakah nanti akan
ngontrak selamannya.
Yang pasti, saya akan selalu berusaha agar istri dan
anak-anak saya tidak
kepanasan dan tidak kehujanan.
Saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak
kelemahan dan beberapa
kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi
saya. Untuk menutupi
kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya. Saya
hanya manusia biasa.
Cinta saya juga biasa saja. Oleh karena itu. Saya
menginginkan anda mau
membantu saya memupuk dan merawat cinta ini, agar
menjadi luar biasa.
Saya tidak tahu apakah kita nanti dapat bersama-sama
sampai mati. Karena
saya tidak tahu suratan jodoh saya.
Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi
suami dan ayah yang
baik. Kenapa saya memilih anda ? Sampai saat ini saya
tidak tahu kenapa saya
memilih anda. Saya sudah sholat istiqaroh
berkali-kali, dan saya semakin
mantap memilih
anda.
Yang saya tahu, Saya memilih anda karena Allah. Dan
yang pasti, saya menikah
untuk menyempurnakan agama saya, juga sunnah
Rasulullah. Saya tidak berani
menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha sekuat
mungkin menjadi lebih baik
dari saat ini.
Saya mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi
jawaban pada saya.
Saya kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan.
Semoga Allah ridho dengan jalan yang kita tempuh ini.
Amin
Wassalamu'alaikum Wr Wb
Saya memandang surat itu lama. Berkali-kali saya
membacanya. Baru kali ini
saya membaca surat 'lamaran' yang begitu indah.
Sederhana, jujur dan realistis. Tanpa janji-janji
gombal dan kata yang
berbunga-bunga. Surat cinta minimalis, saya
menyebutnya :D.
Saya menatap sahabat disamping saya. Dia menatap saya
dengan senyum
tertahan.
"Kenapa kamu memilih dia."
"Karena dia manusia biasa." Dia menjawab mantap. "Dia
sadar bahwa dia
manusia biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur
hidupnya.
Yang aku tahu dia akan selalu berusaha tapi dia tidak
menjanjikan apa-apa.
Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada
kita dikemudian hari.
Entah kenapa, Itu justru memberikan kenyamanan
tersendiri buat aku."
"Maksudnya?"
"Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum
tentu besok masih ada.
Iya kan? Paling gak. Aku tau bahwa dia gak bakal
frustasi kalau suatu saat
nanti kita jadi gembel.
"Ssttt." Saya membekap mulutnya. Kuatir ada yang tau
kalau kita belum tidur.
Terdiam kita memasang telinga.
Sunyi. Suara jengkering terdengar nyaring diluar
tembok. Kita saling
berpandangan lalu cekikikan sambil menutup mulut
masing-masing.
"Udah tidur. Besok kamu kucel, ntar aku yang dimarahin
Mama." Kita kembali
rebahan. Tapi mata ini tidak bisa terpejam. Percakapan
kita tadi masih
terngiang terus ditelinga saya.
"Gik..."
"Tidur. Dah malam." Saya menjawab tanpa menoleh
padanya. Saya ingin dia
tidur, agar dia terlihat cantik besok pagi. Kantuk
saya hilang sudah,
kayaknya gak bakalan tidur semaleman nih.
Satu lagi pelajaran pernikahan saya peroleh hari itu.
Ketika manusia sadar
dengan kemanusiannya. Sadar bahwa ada hal lain yang
mengatur segala
kehidupannya. Begitupun dengan sebuah pernikahan.
Suratan jodoh sudah
tergores sejak ruh ditiupkan dalam rahim. Tidak ada
seorang pun yang tahu
bagaimana dan berapa lama pernikahnnya kelak.
Lalu menjadikan proses menuju pernikahan bukanlah
sebagai beban tapi sebuah
'proses usaha'. Betapa indah bila proses menuju
pernikahan mengabaikan
harta, tahta dan 'nama'.
Embel-embel predikat diri yang selama ini melekat
ditanggalkan.
Ketika segala yang 'melekat' pada diri bukanlah
dijadikan pertimbangan yang
utama. Pernikahan hanya dilandasi karena Allah semata.
Diniatkan untuk
ibadah. Menyerahkan secara total pada Allah yang
membuat skenarionya.
Maka semua menjadi indah.
Hanya Allah yang mampu menggerakkan hati setiap
umat-NYA. Hanya Allah yang
mampu memudahkan segala urusan. Hanya Allah yang mampu
menyegerakan sebuah
pernikahan.
Kita hanya bisa memohon keridhoan Allah. Meminta-NYA
mengucurkan barokah
dalam sebuah pernikahan. Hanya Allah jua yang akan
menjaga ketenangan dan
kemantapan untuk menikah.
Lalu, bagaimana dengan cinta ?
Ibu saya pernah bilang, Cinta itu proses. Proses dari
ada, menjadi hadir,
lalu tumbuh, kemudian merawatnya.
Agar cinta itu bisa bersemi dengan indah menaungi dua
insan dalam pernikahan
yang suci. Witing tresno jalaran garwo(sigaraning
nyowo), kalau
diterjemahkan secara bebas. Cinta tumbuh karena
suami/istri (belahan
jiwa).
Cinta paling halal dan suci. Cinta dua manusia biasa,
yang berusaha
menggabungkannya agar menjadi cinta yang luar biasa.
Amin.
=Mufida Poetri= 22 Jan 2008
Yunus Prasetyo
060111012
08121350872
KPP SINGKAWANG KALIMANTAN BARAT
sumber:
m.muchsin@areva-td.com
11/11/2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar